Langsung ke konten utama

Realization (Coming Back After 9 Years of No Blogging)

Waktu aku sekolah dulu, selalu ada pelajaran yang kena remedial, kecuali pelajaran Bahasa Inggris, Kesenian, dan pelajaran praktik yang berhubungan dengan komputer. 

Dan itulah satu hal yang membuatku ingin menulis kembali di blog ini. Blog yang sudah hampir 9 tahun tidak diisi dengan tulisan. Sebuah pikiran yang muncul saat berada di kamar mandi, duduk di toilet, merenung sambil membuang hajat. Postingan terakhir di blog ini dibuat saat berada di semester awal tahun terakhirku di SMK. Waktu sebelum dimulainya kehidupan menjadi mahasiswa dan pekerja lepas di bidang pembuatan sistem berbasis web. Dan saat ini sudah bekerja menjadi karyawan kantoran 8to5, meski tentunya di keadaan sekarang bekerja dari rumah. 

Mungkin kalau diriku dulu tahu keadaanku saat ini yang menjadi karyawan, diriku akan kecewa. Karena begitu tidak maunya aku yang dulu menjadi karyawan. Inginnya menjadi freelancer yang bebas tidak terikat oleh aturan. Ingin kerja sesukanya. Hehe. Tidak tahunya dia kalo kerjanya suka-suka, uangnya pun juga suka-suka. Kadang turunnya cepet, kadang lama banget sampai kelupaan kalo ada utang client yang belum dibayar. 

Tidak sadarnya juga dia saat itu kalau jadi pekerja lepas membuat kuliahnya 'telat' sampai 3 semester. Memang tidak parah sih. Tapi waktu sekolah dulu, aku berpikir untuk lulus tepat waktu di semester 8 atau 4 tahun saja. Dan dulu berpikir kalau anak kuliah yang telat lulus sampai bahkan drop out gara-gara lebih mementingkan pekerjaan itu kurang baik, ku benci. How the tables have turned to myself. I've become the person I hate back then.

Kembali ke kutipan di awal tulisan ini, hal itu terlintas saat aku memikirkan kenapa aku malas belajar dari dulu sampai sekarang. Beberapa saat lalu ada kuesioner dari kantor yang menanyakan apa kelemahanku. Dan aku mengisinya dengan "Mempelajari sesuatu hanya pada saat hal tersebut diperlukan". Kemudian akupun bertanya pada diri sendiri, kenapa dulu mau belajar bikin web ya? 

Dibilang perlu, nggak juga sih. Dulu memang karena senang saja dengan internet. Melihat berbagai website yang macam-macam bentuknya, membuatku ingin bikin sendiri. Baru pakai komputer sejak pindah ke Pekanbaru, karena di SD saat itu ada pelajaran komputer. Keren sekali menurutku, karena sebelumnya di Jakarta tidak ada pelajaran seperti itu. Dan kalaupun ada komputer, hanya cuma bisa lihat-lihat saja. 

Membuat web tentunya bisa dengan banyak cara. Bisa hanya dengan membuat blog seperti ini (yang tentu paling mudah membuatnya), memakai website creator, sewa jasa web developer, atau bikin sendiri. Bikin sendiri tentu akan berkenalan dengan HTML, CSS, JavaScript, PHP dan sejenisnya. Banyak waktu habis terpakai saat SMP untuk bikin website sendiri bermodalkan HP dan website (atau lebih tepatnya wapsite) creator xtgem. Pelajaran di sekolah banyak yang remedial. Matematika, IPA (turunannya seperti fisika, biologi dan kimia), IPS, pernah remedial (meski tidak selalu disaat yang bersamaan). Meski ngakunya menyukai sci-fi, tapi tidak benar-benar menyukai pelajaran science. Lucu memang. Kalau ada ranking yang tertulis di rapor, biasanya ada di angka pertengahan jumlah murid di kelas. 

Hal itupun berlanjut saat di SMK. Pelajaran yang dari dulu tidak pernah remedial hanya pelajaran bahasa (Indonesia dan Inggris) dan kesenian. Ya, bahkan pelajaran agama pun pernah remedial meski diriku pernah menjabat ketua umum Kerohanian Islam di SMK. Seluruh tenaga dan pikiran hanya fokus ke pelajaran jurusan, Rekayasa Perangkat Lunak. Tujuanku saat itu memang menggapai cita-cita menjadi programmer. Berpikir kalau pelajaran yang lain tidak terlalu penting, hanya belajar kalau nanti ada ujian saja. Alhamdulillah ujian akhir bisa dilalui dengan nilai yang pas-pasan lulus. Bahkan tanpa menyontek saat ujian. 

Naifnya diriku saat itu memang berpikir, ngapain belajar hal yang ga ada hubungannya sama programming. Bisa lulus ujian juga karena memang di semester akhir sudah fokus belajar dari soal-soal ujian tahun sebelumnya. Toh juga tidak dipakai semua pelajaran itu saat kerja nanti. Ataupun saat nanti di kuliah. Lalu buat apa fokus mempelajarinya?

Kebiasaan 'belajar secukupnya' ini akhirnya juga terbawa saat kerja. Aku hanya mempelajari sesuatu yang diperlukan saat ini saja. Padahal dalam bidang IT, khususnya pemrograman dan membangun sistem selalu berkembang dan cepat sekali berubahnya. Karir seorang programmer tentu akan terhambat kalau kemampuannya terbatas pada satu teknologi, dengan seringnya lowongan pekerjaan membutuhkan kemampuan yang mahir di beragam bahasa pemrograman, framework dan tools. 

Aku punya prinsip dimana belajar pemrograman atau teknologi yang baru itu cukup seperlunya saja, karena mudah untuk beradaptasi dan menerapkannya di projek yang membutuhkan. Tentu perlu punya kebiasaan untuk membaca dokumentasi dan pengalaman men-debug program terlebih dahulu. Pekerjaanku saat ini menjadi programmer backend Node.JS, yang mana sebelumnya tidak pernah ku pelajari secara serius. Kalau JavaScript-nya sih memang sudah sering dipakai, jadi ada bekal untuk mempelajari JS versi backend-nya. Syukur, saat pertama masuk sudah ada codebase yang menjadi standar di kantor, dan juga dibantu oleh senior. Tidak terbayangkan bagaimana jadinya kalau disuruh membuatnya dari awal.

Mungkin karena dari dulu tidak pernah benar-benar 'menderita' gara-gara tidak rajin belajar, sampai saat ini aku masih saja malas-malasan belajar. Aku lebih tertarik dengan hal lain. Kalau dicari pola kebiasaan ku, aku lebih tertarik kepada hal yang bukan jadi pekerjaan utamaku. 

  • Saat jadi pelajar sekolah, aku tidak tertarik ke banyak pelajaran di sekolah, hanya pelajaran yang perlu saja untuk menjadi programmer
  • Saat jadi mahasiswa, aku tidak tertarik menyelesaikan kuliah dengan cepat, fokusnya lebih ke projekan
  • Saat bekerja menjadi programmer, aku tidak tertarik mempelajari stack-stack teknologi selain yang dibutuhkan di pekerjaan saat ini, malah berpikiran inginnya tidak menjadi programmer saja, pindah bidang pekerjaan
Berawal dari pemikiran belajar yang disenangi saja, berujung pada kebiasaan untuk tidak berkembang. Kupikir dulu prinsip ini yang paling benar. Apakah salah? Well, sudah ada penyesalan saat membuat tugas akhir kuliah. Mengambil topik yang perlu kemampuan membaca rumus perhitungan dan menerapkannya dalam sebuah sistem, di saat itu aku menyesal tidak pernah serius mempelajari matematika. Walaupun akhirnya lulus juga karena tidak menitikberatkan pada perhitungan, dan tujuan tugas akhir tersebut juga tercapai, dan sistem yang ku buat juga berjalan dengan semestinya (dengan catatan topik yang kuambil belum pernah ada yang meneliti di lingkungan kampus, jadi sepertinya terbantu karena perhitungannya tidak benar-benar bisa divalidasi oleh dosen, hehehe...).

Aku senang belajar bahasa Indonesia karena tertarik untuk menulis, pernah bercita-cita ingin jadi penulis novel (padahal baca buku saja malas, latihan menulis apalagi). Senang belajar bahasa Inggris karena sehari-hari berselancar di Internet yang seringnya ketemu bacaan bahasa Inggris (apalagi dokumentasi untuk bahasa pemrograman). Senang dengan kesenian karena aku bisa berkreasi dan berekspresi (pernah jadi anggota kabaret meski hanya tampil sebentar saja, dan karena dulu juga senang sekali bisa menirukan lagu yang didengar ke nada pianika). 

Sepertinya aku memang hanya ingin berkreasi saja. Menjadi programmer, yang kupikir adalah pekerjaan yang akan aku cintai, ternyata biasa saja. Kurasa memang sesuatu sudah tidak menyenangkan lagi saat ada tanggung jawab yang menyertai. Lebih parah lagi, keinginan berkreasi itu semakin lama semakin malas kulakukan. 

Sepertinya baru kali ini tulisannya panjang sekali. Terpanjang dari tulisan-tulisan di blog ini sebelumnya. Sembilan tahun berlalu tentunya banyak yang dilalui dan ingin diceritakan. Untuk saat ini cukup. Setidaknya aku perlu mencari hal lain yang bisa dilakukan diluar pekerjaan. Biarkan pekerjaan utama yang bikin survive, tetap cari hal menarik lain yang bisa kugunakan untuk berkreasi. Dimulai dari membuat tulisan ini. 

Since life is a journey, i've taken some wrong turn while doing it. It's fine. I'm still going forward towards the end of my journey. There will be a lot of realization revealed later. Can't really giving you advice now. Go on your own steps to create your own mistake. I just gonna leave my notes here for myself. Those mistakes will be valued more when it happens to you, not just because you heard from others.

See you later.

Komentar

  1. Keep writing pijaaaan, sani bakalan jd pembaca setia nih. You're awesome👍👏

    BalasHapus
  2. Nice one. Ilike how you get to know yourself, and like you said, life is a journey. Akan banyak pelajaran2 baru di tiap belokan perjalanan hidup itu. Happy learning!

    BalasHapus

Posting Komentar

Komentar:

Postingan populer dari blog ini

Update 1 September

Everytime I want to start doing my homework, there came a lazy mind. But at the same time, I want to write something. Something like this writing. I don’t know why, but it’s always happened this way. I should start make a decision about what is important, and what I really want to do. My school task is way more important, but I don’t like to do it. I want to start writing an article, some short stories, but it could be done in another day. Doing my school task means a future for me. A really simple thing to do. Just write some formulas, or write an essay for about one page. In the next day, your teacher take your task, give you a score for it. And it’s really important after you graduate from high school. But, writing is my future too. It’s my decision. Which way i want to choose? Both decision have a risk to face. You want to be writer? You will get a job as a writer. You can write an article for magazine, or some local paper. Or maybe a novel writer. Both earns money. But thi

Update 3: Living as a Success Lvl: Gamers tingkat Pelajar (Mid September 2012)

Siapa nih yang download!!!!??? Lambat bego!!! Halah, judulnya belibet begitu. Tidak mendidik malahan kalo Cuma baca judulnya. Tapi ini postingan serius (insya Allah, niatnya emang begitu. Tapi gak tau juga sih nantinya gimana). This is an article about living your life as a gamer, tapi yang masih pelajar. Emm, lebih kayak curhatan gue sendiri sih mungkin. Tapi ya, daripada gak ngupdate ini blog, mendingan lah. Game adalah permainan. Apa aja deh, yang penting permainan. Gak usah dijelasin lagi juga udah pada tau kan? Buat anak-anak dulu sebelum adanya game konsol keluar, yang banyak dimainkan ya kayak petak umpet, polisi-polisian, tak jongkok (eh, bener kan ya nulisnya kayak gini...??), lompat tali, dan banyak deh game outdoor lain yang menyenangkan dan menyehatkan (sehat dong! Kan banyak bergerak itu sehat).

Ib, The Game

Kali ini gue mau ngebahas satu game nih. Kayaknya ini kedua kalinya gue nge-review game. Terakhir kali nge-review game Silent Hill, sekitaran dua tahun yang lalu. Game konsol horror pertama yang gue kenal dan gue mainin. Sekarang game Silent Hill udah sampe ke seri Downpour yang dirilis untuk PS3 dan XBOX 360 (gak ada buat PC..... L ) dan pertengahan Oktober nanti film adaptasi dari Silent Hill 3, berjudul “Silent Hill Revelation” juga akan dirilis, di Amerika (gak ada buat Indonesia.... makin :nohope gue ).  Tapi ini bukan mau ngebahas tentang Silent Hill kok. Tapi tentang game berjudul  Ib.